Sugeng, seorang pedagang bakso dari Malang, menjadi sorotan setelah kabar tak biasa mengalir dari layar ponselnya. Nominal Rp233.300.000 masuk melalui GoPay berkat scatter hitam Mahjong Ways 3 di Penjas69, mengubah malam biasa menjadi cerita yang lama diingat keluarga dan tetangga.
Sugeng mendorong gerobak bakso melewati gang yang rimbun. Kuah kaldu mendidih, pentol bergoyang di panci, dan mangkuk berbaris menunggu. Ia hafal selera tiap pelanggan: ada yang ekstra bawang, ada yang tanpa saos, ada yang minta kuah super panas. Baksonya dikenal karena sabar, diracik pelan-pelan hingga rasa meresap.
Hujan turun tipis. Sugeng berhenti di pos ronda, menutup gerobak dengan terpal. Ia membuka ponsel, menatap pesan anaknya yang minta uang buku. Di sela-sela menunggu reda, ia mencoba Penjas69. Mahjong Ways 3 tampil seperti panggung kecil di telapak tangan.
Scatter hitam muncul, seakan lampu panggung menyala. Notifikasi GoPay kemudian memajang Rp233.300.000. Sugeng tertawa pelan, lalu menunduk. Ia membayangkan wajah anaknya, membayangkan dapur rumah yang sering kekurangan bumbu, membayangkan atap seng yang mudah berisik saat hujan.
Kabar menyambar kampung seperti petir di sore mendung. Ada yang minta ditraktir bakso gratis, ada yang memesan tiga mangkok sekaligus demi merayakan. Sugeng melayani semua dengan senyum, menambahkan bawang goreng lebih banyak malam itu. Di antara tawa, ia mengingatkan diri: besok tetap bangun subuh, rebus tulang, iris seledri.
Dana besar itu ia bagi ke pos-pos jelas: bayar uang buku, tabung pendidikan, beli kompor baru, perbaiki dapur, dan sisanya untuk modal gerobak kedua agar istrinya bisa ikut berjualan. Ia percaya dagang adalah cara paling jujur merawat rezeki.
Melalui histori GoPay, Sugeng menyimpan bukti dan membuat perhitungan sederhana. Ia minta tolong ke tetangga yang jago Excel untuk bikin tabel harian. Angka-angka itu menenangkan, seperti kuah yang disaring hingga bening.
Nama Penjas69 terdengar di warung kopi. Sugeng hanya tertawa ketika ditanya 'resepnya'. Ia bilang resepnya ya kuah kaldu sabar dan pentol yang dibuat pagi buta. Yang di layar itu kebetulan, yang di panci itu pekerjaan.
Malam itu, Sugeng pulang membawa gerobak yang lebih ringan dari biasanya. Bukan karena sedikit jualan, tapi karena beban pikirannya berkurang. Ia menutup pintu rumah pelan, menatap keluarganya, dan berbisik bahwa besok bakso akan tetap hangat, seperti harapan di meja makan mereka.