Herman, seorang nelayan dari Lampung, menjadi sorotan setelah kabar tak biasa mengalir dari layar ponselnya. Nominal Rp222.900.000 masuk melalui Dana berkat scatter hitam Mahjong Ways 3 di Penjas69, mengubah malam biasa menjadi cerita yang lama diingat keluarga dan tetangga.
Herman menyiapkan jaring sebelum fajar, mencium udara asin dan mendengar desau ombak kecil. Perahunya bukan yang tercepat, tapi cukup setia menemani bertahun-tahun. Istrinya menyiapkan kopi pahit di gelas seng, anaknya membantu memeriksa lampu kecil di haluan. Laut memberi dan mengambil, dan Herman sudah lama berdamai dengan ritme itu.
Di hari-hari angin enggan berembus, Herman memilih tinggal di darat. Ia duduk di beranda, memperbaiki jaring yang sobek, dan sesekali memeriksa ponsel. Temannya dari desa sebelah menulis tentang Penjas69 dan Mahjong Ways 3. Herman menanggapinya seperti mendengar cerita bintang jatuh: menarik, jauh, tak penting. Malam itu, ia mengklik juga, sekadar menunggu rasa kantuk.
Ketika scatter hitam muncul, Herman tersenyum kecil, mengira animasi belaka. Lalu notifikasi Dana menyalak. Rp222.900.000 mengisi layar seperti perahu sarat muatan. Ia menatap angka itu lama, hening, seolah mendengar bunyi ombak dari layar. Di rumah papan yang berderit, kabar baik itu terasa seperti angin besar yang akhirnya datang.
Istrinya memeluk tanpa banyak kata, anaknya tertawa sambil mengangkat galah kecil. Mereka tahu hidup akan tetap sama besok pagi—perahu tetap butuh cat, jaring tetap harus dijemur. Namun mereka juga paham, kini ada pilihan memperbaiki beberapa hal yang dulu ditunda.
Herman memutuskan mengecat ulang perahu, mengganti mesin yang kerap mogok, dan membeli pelampung tambahan. Ia menyisihkan dana untuk sekolah anak, serta memperbaiki atap rumah yang bolong. Ia percaya uang terbaik adalah uang yang menutup kebocoran, bukan uang yang menambah beban.
Di tepi pantai, kabar beredar bersama aroma ikan bakar. Ada yang meminta Herman menceritakan detail, ada yang sekadar menepuk bahu. Herman tak pandai bercerita, ia hanya bilang bahwa keberuntungan datang seperti angin: tak bisa diperintah, tapi harus disyukuri ketika lewat.
Melalui Dana, Herman mengatur pemasukan dan pengeluaran yang jarang stabil. Ia menandai tanggal penting, mengatur limit, dan menyisihkan dana darurat. Ia menganggap dompet digital seperti tambat perahu—mencegah hanyut ketika arus tiba-tiba kuat.
Nama Penjas69 terdengar di warung kopi pelabuhan. Herman tak ingin jadi rujukan, ia hanya ingin perahunya pulang lebih aman. Ia tahu, bagi nelayan, hal paling mahal adalah kepastian tiba dan kembali. Sisanya adalah cerita.
Ketika fajar berikutnya datang, Herman menyalakan mesin baru. Perahu bergerak mulus menembus kabut. Ia berdoa singkat, berharap laut tetap ramah dan hatinya tetap ringan. Angka di layar ponsel telah menjadi cat di badan perahu, buku di tangan anak, dan atap yang tidak lagi bocor.